Sabtu, 24 Oktober 2015

Kesempatan kesekian kali



Dalam kisah hari ini kita memiliki 2 bagian yang terpisah yang sebenarnya dibuat untuk menegaskan satu hal. Tuhan Yesus diperhadapkan dengan pandangan umum orang Yahudi bahwa orang yang mati dalam suatu bencana pasti disebabkan oleh dosanya yang besar.
Konteks yang pertama mengenai orang-orang yang dijemput maut dengan tiba-tiba.
Kita akan melihat respons Yesus terhadap beberapa peristiwa:
Pertama, tentang pembantaian yang dilakukan Pilatus kepada orang Galilea saat mereka akan mempersembahkan korban (1). Respons Yesus mengisyaratkan dengan jelas bahwa orang yang mati dibantai belum tentu karena dosanya yang besar (2). Peristiwa kedua adalah orang-orang yang mati tertimpa menara Siloam. Yesus memberikan respons yang sama mengenai dosa mereka (4). Menarik untuk diperhatikan adalah respons Yesus yang diulang sampai dua kali pada ayat 3 dan 5. 
Penekanan utamanya adalah pertobatan.Dosa tidak menentukan cara kematian seseorang, tetapi dosa akan menentukan apa yang terjadi setelah kematiannya. Pertobatanlah yang akan menjadi kunci utamanya. Jika seseorang tidak bertobat dalam hidupnya, maka ia tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Mungkin yang memberitahukan Yesus tentang kabar orang-orang Galilea ini adalah orang-orang Yahudi. Orang-orang ini senang dengan hal-hal apa saja yang dapat dijadikan perenungan tentang orang-orang Galilea. Karena itulah Kristus membalas mereka dengan cerita tentang orang-orang Yerusalem, yang juga menemui ajal secara tidak terduga, sebab ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan diukurkan kepada kita. Maka bagi Yesus tidak peduli apakah kejadian ini membenarkan atau menuduh diri kita, kita harus menaati aturan ini, yaitu bahwa kita tidak bisa menghakimi dosa orang lain dengan melihat penderitaan mereka di dunia ini, sebab ada banyak orang dilemparkan ke perapian seperti emas yang hendak dimurnikan, bukan seperti kotoran atau sekam yang hendak dibakar. Oleh karena itu kita tidak boleh keras mencela orang-orang yang lebih menderita daripada kita.
Siapa pun mereka, kisah ini sungguh menyedihkan. Namun demikian, kecelakaan-kecelakaan yang mengerikan seperti itu sudah sering kita dengar, sebab seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba (Pkh. 9:12). Menara, yang dibangun untuk keamanan, sering kali justru membawa kehancuran bagi manusia.
Melalui perumpamaan tentang pohon ara, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa kesempatan untuk bertobat masih diberikan. Pohon ara yang tumbuh selama tiga tahun ternyata tidak menghasilkan apa-apa (6). Permintaan untuk menebang pohon tersebut menunjukkan batas kesabaran si pemilik kebun yang telah menanti selama tiga tahun (7). Namun pengurus kebun masih memohon kepada tuannya untuk bersabar menantikan pohon tersebut berbuah. Penggunaan kata "mungkin" di ay. 9 menunjukkan harapan dan kesempatan lagi. Ini menunjukkan pentingnya pertobatan.
Perumpamaan pohon ara ini senyatanya menunjuk kepada Israel (bd. Luk 3:9; Hos 9:10; Yoel 1:7). Namun, kebenarannya dapat diterapkan pula kepada semua yang mengaku percaya kepada Yesus, tetapi tidak berpaling dari dosa. Walaupun Allah memberi kesempatan secukupnya kepada setiap orang untuk bertobat, Ia tidak akan selama-lamanya membiarkan dosa. Saatnya akan datang ketika kasih karunia Allah akan ditarik dan orang yang tidak mau bertobat akan dihukum tanpa belas kasihan.
Dengan cerita-cerita ini Kristus menyerukan seruan pertobatan. Ia mengakhiri setiap cerita ini dengan perkataan untuk menggugah hati, "Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian" (ay. 3-5).
 (1) Ini menunjukkan bahwa kita semua akan binasa. Kita harus bersikap lunak dalam mengecam orang lain, karena kita harus ingat, bahwa kita ini bukan hanya pendosa, tetapi juga sama-sama sangat berdosa seperti halnya mereka yang kita benci, dan kita juga harus bertobat dari banyak dosa-dosa kita seperti halnya mereka.
 (2) Oleh karena itu kita semua harus bertobat, menyesali kesalahan yang telah kita perbuat, dan berusaha untuk tidak melakukannya lagi. Penghakiman Allah atas orang lain merupakan suatu peringatan keras bagi kita untuk bertobat. Lihatlah bagaimana Kristus memanfaatkan segala sesuatu untuk menekankan kewajiban besar itu, yang untuk itulah Ia datang, yaitu supaya kita memperoleh kesempatan dan harapan untuk bertobat.
 (3) Bahwa pertobatan adalah cara yang pasti, dan tidak ada cara lain lagi untuk menghindarkan diri kita dari kebinasaan, supaya kesalahan itu jangan menjadi batu sandungan atau kebinasaan bagimu
 (5) Orang-orang yang menghakimi orang lain dengan keras dan kejam, tetapi mereka sendiri tidak mau bertobat, mereka ini akan mengalami kebinasaan yang lebih mengerikan lagi.
Menurut ajaran perumpaman pohon ara, manusia masih diberikan perpanjangan waktu untuk bertobat (ayat 6-9). Dengan kata lain manusia pasti akan mengalami hukuman, jika tidak bertobat. Allah dapat menyelamatkannya kapan saja, tanpa menunda-nunda lagi dan tidak membutuhkan waktu yang lama jika manusia mau percaya kepada-Nya dan bertobat. Kebenaran ini digambarkan secara jelas dalam peristiwa penyembuhan perempuan yang sudah dirasuk setan selama 18 tahun pada hari Sabat (ayat 10-17). Bila kita mengamati peristiwa penyembuhan nampaknya hanya peristiwa kecil. Perempuan itu bukan orang yang terkenal. Namun, sesungguhnya hal ini mengandung kebenaran yang dalam dan indah, yang dibutuhkan seluruh umat manusia dan nantinya memberikan pengaruh yang sangat besar bagi seluruh kehidupan umat manusia. Hal ini digambarkan oleh Yesus dalam perumpamaan biji sesawi dan ragi.
Mari kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita bertobat? Kristus masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bertobat, yang mungkin merupakan kesempatan kesekian kali yang diberikan pada kita. Oleh karena itu, jangan tunda lagi. Sebab jika kita masih menutup rapat pintu hati kita untuk pertobatan maka mungkin Tuhan akan mencampakkan kita ke dalam api.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar