Dalam kisah hari
ini kita memiliki 2 bagian yang terpisah yang sebenarnya dibuat untuk
menegaskan satu hal. Tuhan Yesus diperhadapkan dengan pandangan umum orang
Yahudi bahwa orang yang mati dalam suatu bencana pasti disebabkan oleh dosanya
yang besar.
Konteks yang
pertama mengenai orang-orang yang dijemput maut dengan tiba-tiba.
Kita akan melihat
respons Yesus terhadap beberapa peristiwa:
Pertama, tentang
pembantaian yang dilakukan Pilatus kepada orang Galilea saat mereka akan
mempersembahkan korban (1). Respons Yesus mengisyaratkan dengan jelas bahwa
orang yang mati dibantai belum tentu karena dosanya yang besar (2). Peristiwa
kedua adalah orang-orang yang mati tertimpa menara Siloam. Yesus memberikan
respons yang sama mengenai dosa mereka (4). Menarik untuk diperhatikan adalah
respons Yesus yang diulang sampai dua kali pada ayat 3 dan 5.
Penekanan
utamanya adalah pertobatan.Dosa tidak menentukan cara kematian seseorang,
tetapi dosa akan menentukan apa yang terjadi setelah kematiannya. Pertobatanlah
yang akan menjadi kunci utamanya. Jika seseorang tidak bertobat dalam hidupnya,
maka ia tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Mungkin yang
memberitahukan Yesus tentang kabar orang-orang Galilea ini adalah orang-orang
Yahudi. Orang-orang ini senang dengan hal-hal apa saja yang dapat dijadikan
perenungan tentang orang-orang Galilea. Karena itulah Kristus membalas mereka
dengan cerita tentang orang-orang Yerusalem, yang juga menemui ajal secara
tidak terduga, sebab ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan diukurkan
kepada kita. Maka bagi Yesus tidak peduli apakah kejadian ini membenarkan atau
menuduh diri kita, kita harus menaati aturan ini, yaitu bahwa kita tidak bisa
menghakimi dosa orang lain dengan melihat penderitaan mereka di dunia ini,
sebab ada banyak orang dilemparkan ke perapian seperti emas yang hendak
dimurnikan, bukan seperti kotoran atau sekam yang hendak dibakar. Oleh karena
itu kita tidak boleh keras mencela orang-orang yang lebih menderita daripada
kita.
Siapa pun mereka,
kisah ini sungguh menyedihkan. Namun demikian, kecelakaan-kecelakaan yang
mengerikan seperti itu sudah sering kita dengar, sebab seperti burung yang
tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang
malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba (Pkh. 9:12). Menara, yang
dibangun untuk keamanan, sering kali justru membawa kehancuran bagi manusia.
Melalui
perumpamaan tentang pohon ara, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa kesempatan untuk
bertobat masih diberikan. Pohon ara yang tumbuh selama tiga tahun ternyata
tidak menghasilkan apa-apa (6). Permintaan untuk menebang pohon tersebut
menunjukkan batas kesabaran si pemilik kebun yang telah menanti selama tiga
tahun (7). Namun pengurus kebun masih memohon kepada tuannya untuk bersabar
menantikan pohon tersebut berbuah. Penggunaan kata "mungkin" di ay. 9
menunjukkan harapan dan kesempatan lagi. Ini menunjukkan pentingnya pertobatan.
Perumpamaan pohon
ara ini senyatanya menunjuk kepada Israel (bd. Luk 3:9; Hos 9:10; Yoel 1:7). Namun,
kebenarannya dapat diterapkan pula kepada semua yang mengaku percaya kepada
Yesus, tetapi tidak berpaling dari dosa. Walaupun Allah memberi kesempatan
secukupnya kepada setiap orang untuk bertobat, Ia tidak akan selama-lamanya membiarkan
dosa. Saatnya akan datang ketika kasih karunia Allah akan ditarik dan orang
yang tidak mau bertobat akan dihukum tanpa belas kasihan.
Dengan
cerita-cerita ini Kristus menyerukan seruan pertobatan. Ia mengakhiri setiap
cerita ini dengan perkataan untuk menggugah hati, "Jikalau kamu tidak
bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian" (ay. 3-5).
(1) Ini menunjukkan bahwa kita semua akan
binasa. Kita harus bersikap lunak dalam mengecam orang lain, karena kita harus
ingat, bahwa kita ini bukan hanya pendosa, tetapi juga sama-sama sangat berdosa
seperti halnya mereka yang kita benci, dan kita juga harus bertobat dari banyak
dosa-dosa kita seperti halnya mereka.
(2) Oleh karena itu kita semua harus bertobat,
menyesali kesalahan yang telah kita perbuat, dan berusaha untuk tidak
melakukannya lagi. Penghakiman Allah atas orang lain merupakan suatu peringatan
keras bagi kita untuk bertobat. Lihatlah bagaimana Kristus memanfaatkan segala
sesuatu untuk menekankan kewajiban besar itu, yang untuk itulah Ia datang,
yaitu supaya kita memperoleh kesempatan dan harapan untuk bertobat.
(3) Bahwa pertobatan adalah cara yang pasti,
dan tidak ada cara lain lagi untuk menghindarkan diri kita dari kebinasaan,
supaya kesalahan itu jangan menjadi batu sandungan atau kebinasaan bagimu
(5) Orang-orang yang menghakimi orang lain
dengan keras dan kejam, tetapi mereka sendiri tidak mau bertobat, mereka ini
akan mengalami kebinasaan yang lebih mengerikan lagi.
Menurut ajaran
perumpaman pohon ara, manusia masih diberikan perpanjangan waktu untuk bertobat
(ayat 6-9). Dengan kata lain manusia pasti akan mengalami hukuman, jika tidak
bertobat. Allah dapat menyelamatkannya kapan saja, tanpa menunda-nunda lagi dan
tidak membutuhkan waktu yang lama jika manusia mau percaya kepada-Nya dan
bertobat. Kebenaran ini digambarkan secara jelas dalam peristiwa penyembuhan
perempuan yang sudah dirasuk setan selama 18 tahun pada hari Sabat (ayat
10-17). Bila kita mengamati peristiwa penyembuhan nampaknya hanya peristiwa
kecil. Perempuan itu bukan orang yang terkenal. Namun, sesungguhnya hal ini
mengandung kebenaran yang dalam dan indah, yang dibutuhkan seluruh umat manusia
dan nantinya memberikan pengaruh yang sangat besar bagi seluruh kehidupan umat
manusia. Hal ini digambarkan oleh Yesus dalam perumpamaan biji sesawi dan ragi.
Mari kita
bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita bertobat? Kristus masih memberikan
kesempatan kepada kita untuk bertobat, yang mungkin merupakan kesempatan
kesekian kali yang diberikan pada kita. Oleh karena itu, jangan tunda lagi.
Sebab jika kita masih menutup rapat pintu hati kita untuk pertobatan maka
mungkin Tuhan akan mencampakkan kita ke dalam api.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar