Pangruktilaya,
berasal kata dari bahasa Jawa kuno, ngrukti, merawat dan perlaya, meninggal
yang berarti merawat orang yang meninggal. Maka paguyuban ini dalam
sejarahnya berdiri karena satu visi dan misi yaitu pelayanan. Bidang yang diampu ini merupakan perwujudan sosial Wajah
Gereja yang paling dasar dan dibutuhkan oleh semua orang
yaitu berurusan dengan kematian.
Kematian adalah masa dimana seseorang mengalami
titik terdalam yang pernah dialami manusia baik yang mengalami atau yang
menghantar. Sehingga ada kesadaran yang tumbuh antar umat baik yang seiman
maupun tidak, begitu pentingnya arti sebuah kematian.
Kematian dalam pandangan kristen mempunyai arti
yang positif. "Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan" (Flp 1:21) "Benarlah perkataaan ini: Jika kita mati
dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia" (2Tim 2:11) Aspek yang sungguh
baru dalam kematian kristen terdapat dalam hal pembaptisan warga kristen secara
sakramental, yaitu sesudah "mati bersama Kristus", dapat mengalami
suatu kehidupan yang baru. Sangat indah hal ini dikatakan Santo Ignatius dari
Antiokhia: "Lebih baiklah bagiku untuk mati karena Kristus dari pada hidup
sebagai raja atas segala ujung bumi. Aku mencari Dia yang wafat untuk kita; aku
menghendaki Dia, yang bangkit demi kita. Kelahiran aku nantikan....biarlah aku
menerima sinar yang cerah. Setelah tiba di surga aku akan menjadi
manusia."
Kematian kristiani berarti Allah memanggil manusia
kepada diri-Nya, bersatu dengan kodrat-Nya yang ilahi. (bdk. 2Ptr 1:4) Karena
itu Santo Paulus mengungkapkan hal ini: "Aku ingin pergi dan diam
bersama-sama dengan Kristus" (Flp 1:23). Santa Teresa dari Avila
mengatakan: "Aku hendak melihat Allah dan untuk melihat Dia, orang harus
mati." Kerinduan terdalam orang kristen adalah kebahagiaan bersama Allah
sebagai Bapa dalam kerajaan-Nya yang abadi. Di dalam dan bersama Allah,
kebahagiaan yang dirindukan itu terpenuhi dan sempurna. "Kerinduan
duniawiku sudah disalibkan di dalam aku, ada air yang hidup dan berbicara, yang
berbisik dan berkata kepadaku: Mari menuju Bapa," demikianlah ungkapan
kerinduan Santo Ignatius dari Antiokhia. Pandangan kristen tentang
kematian dilukiskan sangat indah dalam liturgi prefasi misa arwah: "Bagi
umat beriman-Mu ya Tuhan, hidup hanyalah berubah, bukannya dilenyapkan, dan
sesudah roboh rumah kami di dunia ini, akan tersedia bagi kami kediaman abadi
disurga."
Dengan demikian dapat dikatakan kematian merupakan
titik akhir dari perjalanan hidup manusia di dunia ini; titik akhir dari masa
rahmat dan masuk dalam kehidupan yang terakhir. Kehidupan terakhir ini tidak
ditentukan oleh seberapa besar jasa dan perbuatan kita selama di dunia tetapi
seberapa besar kita melaksanakan hukum cinta kasih yang merupakan hukum yang
utama. Santo Yohanes Salib mengatakan: "Pada senja hidup kita, kita akan
diadili dengan cinta kasih." Karena itu, " Apabila jalan hidup kita
sudah berakhir" (LG 48), kita tidak akan kembali lagi untuk hidup beberapa
waktu lagi di dunia ini. "Manusia ditetapkan untuk hidup dan mati hanya
satu kali dan sesudah itu ia dihakimi" (Ibr 9:27). Setelah kematian tidak
ada "Reinkarnasi".
Kematian mengakhiri kehidupan manusia di dunia ini.
Ia dapat menerima atau menolak rahmat ilahi yang ditawarkan Kristus kepadanya.
Saat kematian setiap manusia menerima ganjaran abadi dalam jiwanya yang tidak
dapat mati. Ini terjadi dalam suatu pengadilan khusus yang menghubungkan
kehidupannya dengan Kristus, entah masuk ke dalam kebahagiaan surgawi melalui
api penyucian, atau masuk langsung ke dalam kebahagiaan surgawi, atau mengutuki
dirinya untuk selama-lamanya dalam nyala api yang kekal, yaitu neraka.
Konsili Vatikan II dalam konstitusi Lumen Gentium
artikel 49 (LG 49) mengatakan: "Umat beriman yang mati setelah menerima
pembaptisan Kristus, kalau mereka tidak memerlukan penyucian ketika mereka
mati, atau kalaupun ada, sesudah yang harus disucikan atau yang akan
disucikan.......sebelum pengadilan umum setelah kenaikan Tuhan dan penyelamat
kita ke surga, sudah berada dan akan berada di surga dan firdaus surgawi bersama
Kristus dan bergabung bersama persekutuan para malaikat yang kudus. Dan sesudah
penderitaan serta kematian Tuhan kita Yesus Kristus, jiwa-jiwa ini sudah
melihat dan sungguh melihat hakikat ilahi dengan suatu pandangan yang langsung
dan bahkan dari muka ke muka tanpa perantaraan makhluk apa pun" (bdk.
Benedictus XII, PS 1000).
Hidup di surga berarti berada bersama Allah dengan
hakikat-Nya sebagai Allah Tritunggal; Bapa, Putera dan Roh Kudus. "Hidup
berarti, ada bersama Kristus; di sana dengan sendirinya ada kehidupan, di sana
ada kerajaan," demikian ungkap Santo Ambrosius. Misteri persekutuan,
kebahagiaan bersama Allah, mengatasi setiap pikiran, gambaran, dan perasaan
manusiawi kita. Di sanalah ada kehidupan, terang, perdamaian, perjamuan nikah,
rumah Bapa, Yerusalem surgawi dan firdaus. Itulah surga, tanah air yang kita
dambakan dalam hidup ini.
Siapa yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan
dengan Allah namun belum disucikan secara sempurna sudah pasti akan menikmati
tanah air abadi yaitu surga. Akan tetapi, sebelum ia bersatu dengan Allah dan
menikmati kebahagiaan surgawi, ia masih harus menjalankan suatu pemurnian atau
penyucian, supaya ia sempurna dalam kesuciannya sehingga ia dapat masuk ke
dalam kebahagiaan surgawi. Pandangan Gereja Katolik menamakan tempat ini dengan
Api Penyucian atau Purgatorium. Ini berbeda dengan siksaan abadi atau neraka.
Purgatorium merupakan suatu tempat persinggahan untuk dimunikan sebelum masuk
dan bersatu dengan Allah dalam kerajaan surga.
Maka inti dari omong saya soal kematian, kematian
bagi kita adalah sarana yang paling
mulia sebagai pintu gerbang pertemuan dengan Allah secara langsung. Maka saya
atas nama Gereja dimanapun berada ingin mengatakan Pangruktilaya dapat dikatakan
sebagai tugas yang mulia, ikut menghantar dan mendoakan mereka dalam perjalanan
abadi. Terima kasih untuk anda semua.
Maka selain romo yang melayani minyak suci, yang
bisa dihubungi 24 jam adalah anda semua pangruktilaya, pernah kan bangun jam
02.00 tengah malam. Bagaimana anda mau tidak mau harus menuaikan tanggung jawab
“memuliakan” saudara kita Maka saya katakan, jika tidak adan semua maka para
mayit mayit ini mungkin akan terlantarkan dan sulit untuk dikuduskan.
Maka dengan kata lain, anda semua adalah jembatan
mulia yang memabntu Gereja untuk menghantar mereka yang sudah siap.
Berbahagialah dan Sadarilah betapa hebat tugas anda. Jadi kalau saya dengar
masih ada yang mengeluh, bisa pikirkan kembali...anda itu penting.
Kita sadari tugas kita sebagai sarana juga
memuliakan Allah, saya mengajak untuk tidak berpelit hati, berumrah hatilah
sekalian dalam memberikan pelayanan. Jangan pernah hitung hitungan karena Alalh
juga akan menghitung jasamu. Tetap semangat, tetap mendoakan dan tugas ini
adalah demi kemuliaan saudara kita dihadapan Allah...dan siapa tahu besok
giliran kita, maka Allah akan memudahkan jalannya untuk kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar