Kamis, 24 Desember 2015

Keluargaku seperti Keluarga Kudus



Berangkat dari permenungan bacaan hari ini kita diajak melihat bagaimana Yusuf dan Maria sungguh-sungguh menyiapkan diri untuk menyelamatkan jiwa Yesus dari berbagai ancaman. Keduanya sadar betul tugas dan kewajibannya yang utama sebagai orang tua. Mereka sungguh mengorbankan semua kepentingan dirinya dan mampu bangkit untuk melihat masa depan, demi nasib  dan masa depan si anak, yang bisa saja ditentukan oleh mereka. Padahal kalau kita melihat tradisi yang berkembang, Keluarga ini berangkat dari figur keluarga yang “tidak diharapkan, tidak ideal, tidak dibayangkan” dll.
Kata-kata yang sedemikian buruk persepsinya ini bisa dilihat oleh bapak ibu semua, dari banyak ciri :
1.       Maria diperkirakan berumur 16 tahun
2.       Yusuf diperkirakan berumur 37 tahun
3.       Yusuf sempat dikatakan “stress” karena harus menerima untuk segera dinikahkan dengan gadis dibawah umur yang sudah mempunyai anak
4.       Maria harus menerima malu karena kebingungan, mencari penjelasan siapa bapaknya?
5.       Ditengah kegalauan ini, sebenarnya bimbingan dari Roh Kudus tidaklah begitu banyak dan meyakinkan, maka bisa dimungkinkan mereka mangkir dan beralih pada pandangannya sendiri
6.       Segera kedua pasangan ini diperguncingkan dan dihina, bahkan menurut tradisi Maria harus banyak bersembunyi, tidak boleh beribadah bahkan akhirnya harus masuk ke dalam masa perasingan selama kehamilan dengan mengunjungi ibu Elisabeth.
Kalau kita melihat banyak hal yang tidak mungkin dalam pernikahan ini, rasanya bagi kita di jaman sekarang baik entah untuk kita, anak dan pasangannya pasti akan sulit menerima dan dengan mudahnya kita pun menolak. Apalagi dengan godaan jaman sekarang, dalih “masa kita tidak mau terbaik untuk hidup kita, kita sudah berusaha, kita sudah berdoa, hindari yang tidak enak ya Tuhan”. Pilihan ini tidak akan populer dan menjadi jarang bagi kita untuk memilih. Logika pemikiran ini juga seharusnya bisa diterapkan pada Yusuf yang “tidak bersalah”. Yusuf berhak memilih yang terbaik bagi hidupnya.
Namun apa yang terjadi? Yusuf justru memilih masuk ke dalam skenario yang dirancang Tuhan sendiri. Yusuf yakin akan undangan bagi hidupnya untuk masuk dalam rencana Tuhan yang besar, yang justru akan membuatnya tambah menderita, berjuang dan menahan malu. Yusuf memilih pilihan yang terbaik yang saat ini sulit dilihat dan dibayangkan. Maka tanggungjawab akan resiko dan kesungguhan hati Yusuf lah yang membuat pondasi keluarga kudus ini berjalan dengan baik. Ada sikap rendah hati, kebesaran hati, kesabaran dan kebapakan yang meyakinkan Maria bahwa “keadaan akan baik-baik saja dan aku akan melindungimu dan anak kita”. Maria yang juga menerima beban berat bisa bangkit dan berpikir ini adalah anugerah yang terindah dalam hidupnya.
Saudara-saudariku sekalian, yang ingin saya katakan sebenarnya adalah sebuah penegasan “ tidak ada keluarga beriman yang sempurna”. Tidak ada keluarga yang langsung diberikan 100% mulus adanya. Bahkan keluarga kudus berangkat dari sebuah aib yang justru menjadi semangat untuk berbenah. Maka bagi saya, jika kita sebagai keluarga masih suka tengak tengok sana sini, masih suka iri, masih suka menggerutu dan menyesal, “kenapa kok aku mau kawin karo kowe, yen nasibku ngene kebak derita” harap segera dipikirkan. Bagi saya belajarlah seperti Yusuf dan Maria yang bisa menatap masa depan atas apa yang akan membawa mereka selamat. Bagi semua keluarga disini, carilah hal-hal baik, positif, serta apapun yang membuat hidup anda bersemangat dan yakin, anda memang diciptakan untuknya.
Yang harus kita percaya saat ini adalah semua keadaan kehidupan Tuhan ciptakan baik adanya. Yang membuat keadaan makin runyam dan bermasalah itu ya kita sendiri. Dengan hak kebebasan yang diberikan kepada Tuhan harusnya bisa kita gunakan atas kepentingan bersama, demi kebaikan bersama. Maka marilah kita bersama-sama menyadari dengan semangat keluarga kudus yang mampu melihat masa depan, kita diajak tidak hanya menggerutu di masa lalu, tapi mampu melihat sini kini dan berjalan dengan gembira.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar