Maka memasuki minggu kedua kutemukan beberapa butir
perjuanganku untuk maju. Ada beberapa yang kutemukan baru-baru ini untuk
menambah keyakinanku. Sikap lepas bebas, penerimaan situasi konkret,
kesederhanaan gaya hidup, kerja keras, ketersediaan diri, pengabdian,
kesetiakawanan dengan kaum miskin dan tanggung gugat. Maka sebenarnya aku
sendiri tidak perlu memikirkan lagi apa yang harus kulakukan dengan
panggilanku. Begitu banyak sahabat yang memberi dukungan dan doa memintaku
untuk tidak memikirkan yang aneh-aneh. Sesungguhnya satu sisi aku tertawa,
karena jangan-jangan mereka berpikir Retret agung ini untuk memutuskan keluar panggilan
ya? tapi satu sisi juga terharu melihat doa dan kasih yang mengharapkan aku
tetap masuk dalam panggilan kudus ini.
Panggilan pribadi adalah hal yang kompleks dan
tidak serta merta matang. Panggilan butuh proses dan seperti tanaman perlu
dipupuk dan dirawat. Banyak telah kulihat pengalaman dari sahabat-sahabatku
yang jujur membuatku kecewa sekaligus sedih. Panggilan yang ditinggalkan mereka
karena suatu hal yang sudah tidak dianggap sebagai jaminan hidup. Sahabat yang
nyatanya hidupnya sangat baik namun harus merelakan hidupnya ke tempat lain.
Kalau boleh kusebut selama 6 tahun ini aku telah kehilangan dua orang suster
dan tujuh orang frater yang sangat dekat. Malah sebenarnya aku heran dengan
mereka yang bertahan malah orang-orang yang menyebalkan sekali. Namun sekali
lagi panggilan juga bukan soal suka dan tidak suka, siapa yang diutus bahkan
pekerjaan dan karier. Ini personal dan sebenarnya merupakan misteri yang
kusendiri tak menyangka hasilnya seperti ini.
Dalam salah satu refleksi tentang panggilanku, aku
pun sempat terjebak pada situasi bangga akan perutusan. Kadang bila ku lihat
tugas ku di perutusan adalah tugas yang sangat banyak dibandingkan dengan yang
lain. Bagaimana kesulitannya pun lebih dua kali lipatnya dari yang lain. Namun
nyatanya ketika tugas dengan profesional kulalui, bukanlah jaminan yang pasti
akan kesiapan panggilan. Aku sendiri terjatuh pada jobdesk dan tanggung jawab tanpa melihat aku yang diutus untuk
belajar menyerahkan diri padaNya. Makna inilah yang kudapat, bukan soal
bagaimana karyamu nanti tapi apakah kamu siap menyerahkan tugasmu pada Tuhan
dan memohon supaya bukan aku yang bekerja tapi Dia. Sederhana kan? Tapi nyatanya
ini kualami dan kusadari sekarang. Maka seringkali ketika kamu merasa kosong,
tak berguna dan hampa sebenarnya karena kamu selalu mengandalkan dirimu bukan
Dia. Percayalah bila Dia yang bekerja, segagal apapun kamu tidak akan pernah
merasa bersalah sedemikian rupanya.
Kesadaran yang hakiki juga kudapat adalah pengorbanan
Yesus yang tiada habisnya, sempurna, utuh dan real bagiku adalah sebuah
komitmen. Mengikutinya berarti juga menjadi miliknya. “Aku bukan milikku lagi
sekarang tapi sudah menjadi milik Tuhan”. Kadang aku lupa karena egoku yang
besar. Mungkin ini yang menjadi pergulatan mereka yang menilaiku. “Frater kok seperti itu? Fraternya beda
seperti biasanya? Apa iya” kadang kupikir umat memang suka lebay. Jujur ada banyak suara yang
bagiku kuanggap angin lalu karena tidak qualified
dan kupikir juga tidak menjadi soal. Namun ada satu sisi yang saat ini menjadi
penyadaran, mungkin Tuhan mau mengingatkanku pelan pelan dari sisi ini. Intinya
adalah aku selalu bisa merasakan kasih Tuhan yang menjadi panduan hidupku. Aku
juga manusia yang memiliki hati dan pikiran yang utuh. Maka aku harus bisa
menyeimbangkan kemana aku harus bertindak, berlaku, menjadi dan berperan. Saat
ini baru kumengerti makna yang sesungguhnya. Aku harus bisa menjadi diriku
sendiri sekaligus membawakan diriku sebagai pelayanNya. Tidak mudah, tapi
marilah kita lakukan.
Di minggu kedua ini banyak pengolahan yang
melibatkan keputusan hati bagaimana menjawab pertanyaan dariNya. Sederhana tapi
sebenarnya mengena. Dalam tema panggilan pribadi, aku diajak melihat sebenarnya
bukan kamu yang memilih, tapi Dialah yang memilih kamu. Di tema ini aku diajak
untuk bertelanjang melihat diriku seutuhnya tanpa tertutupi kelebihan,
kehebatan dan kemampuan. Biarlah hanya dari diri dan hati saja. Pertanyaannya,
sudahkah aku siap dalam kemurnian ini untuk melayaninya. Inilah pencarian
pertama yang aku temui, “ Ya, aku belum
siap Tuhan...aku masih mengandalkan
diriku”. Inilah mungkin yang dimaksudkan oleh pembimbing toperku tentang
tidak adanya nuansa kerendahan hati dan semangat belajar dalam refleksi toperku
selama ini. Saat aku merasa telah mampu menyelesaikan semua job desk yang aku punya. Aku berprestasi
karena kemampuanku sendiri. Rupanya penilaian itu bukan masalah sukses ataupun
tidak sukses, tapi bagaimana kita bisa menyerahkan semua karya kita sebagai
milik Tuhan. Tentunya dengan penyertaanNya lah semuanya dapat berhasil dilalui.
Menarik, satu demi satu bagian bagian dalam hidupku
kuselami. Aku tidak menyalahkan masa lalu karena kesibukan, tapi karena memang
saat inilah aku punya banyak kesempatan untuk mengolah diri. Dalam tema Yesus
dan dunia kita, ada momen bagaimana aku kadang melupakan kualitas waktu yang aku
punya karena perjuangan mendewakan kata efektif. Salah satu sahabat aku
mengatakan, “Susah banget untuk punya
waktu berdua sama kamu, kunjungan mu aja diselingi oleh kepadatan acara
lainnya” Aku merasa bersalah ketika quality
time kami harus cedera karena kepentinganku. Aku hanya bilang “Mumpung kesini e, jauh banget soalnya sama
Pakem”. Dari sini juga aku belajar
untuk mengevaluasi lagi tentang kata
efektif yang nyatanya mengorbankan makna kata itu sendiri, semuanya terkesan
sengaja dipaksakan dan tidak membuahkan apa-apa. Kebiasaan ini yang aku
pelajari juga untuk memilah milah prioritas dan kepentingan, mana yang perlu,
mana yang tidak dan mana yang harus diatur waktunya sendiri.
Semua pengalaman yang kugali ternyata indah!
Pengalaman sakit saat menghadapi konflik akhirnya membawaku pada tema terbesar
saat masuk ret ret ini. Selamat datang dalam tema konflik, sudah saatnya aku
harus masuk dalam pengalaman ini. Dari pengalaman ini beberapa sumber konflik yang selama ini aku
simpulkan dalam diri adalah pengetahuan yang terbatas dari orang lain, daya tangkap
yang berbeda, faktor pribadi dan kesombongan serta keegoisan. Yesus mengajakku
untuk mempertahankan setiap prinsip yang aku punya. Dimana dalam setiap prinsip
harus ada yang bisa aku pertanggungjawabkan setiap alasan di balik itu. Aku pun
membuktikan berbagai perjuangan yang aku miliki. Dimana panggilan ini sendiri
bukanlah sesuatu yang main-main. Dalam salah satu renungan yang aku tulis “Belajar dari pengalaman Ignatius mengatakan
sudah waktunya aku tegas pada diri sendiri dan juga kepada orang lain untuk
memperlihatkan apa yang aku lakukan di dalam nama kebenaran”. Terkadang
sistem dan labelling menjadi suatu
tantangan. Susah juga untuk menebus dan bangkit pada sesuatu image baru. Kalau sudah begini, aku
hanya berani meminta kebenaran dari Yesus sendiri sebagai sang sumber
kebenaran. Berani memulai baru, juga berani untuk mendobrak hal yang lama
menjerat kita.
Di hari berikutnya aku beranjak pada tema yang
semakin mendalam. Yesus yang Sendiri. Beranikah kamu untuk semakin rendah hati?
Pertanyaan yang sebenarnya sangat mudah untuk dijawab. Rendah hati dalam
memaknai secara mendalam jalan yang dibuat olehNya. Yesus bukan untuk dikagumi
semata tapi juga keharusan untuk menghidupi seperti diriNya. Yesus membawaku
pada suasana sedih dimana setiap detik detik sengsaraNya semakin kentara tapi
tidak dimengerti oleh para muridNya. Hal tersebut bukanlah kesalahan para murid
karena Yesus pun pasti memahami keterbatasan dari para muridNya. Maka
pengalaman akan Yesus tersebut mengugah hatiku akan sebuah makna tentang kerendahan
hati. Pada akhirnya ada saat dimana kita harus siap dan gembira hati untuk
tidak dimengerti, ditinggal, dinilai termasuk diriku. Tugasku hanya satu,
selalu setia, percaya dan hadir untuk melayaninya.
Tanpa kusadari ada pembelajaran baru yang
sebenarnya selalu diberikan olehNya setiap hari. Kadang kita tidak pernah
menyadarinya karena rutinitas harian menyebabkan seperti berlalu begitu saja.
Dalam tema Pembelajaran Cara Berdoa, ada tiga doa yang dibawa dengan indah,
Bapa Kami, Gloria dan Doksologi. Sekilas kita sering mendengar begitu saja
karena misa harian yang menjadi makanan pokok. Kadang malah sambil terkantuk
kantuk saking lelahnya kita menjalani rutinitas. Indahnya mendaraskan doa Bapa Kami dengan Lectio Devina yang memiliki
makna yang luar biasa luas. Doa ini adalah kumpulan rumusan sederhana akan
keindahan Kerajaan Surga yang memberikan pengampunan, berkat, harapan dan
kasih. Aku bersyukur sampai hari ini masih diberikan kesempatan untuk berdoa.
Kidung pujian para malaikat dalam Gloria
memperlihatkanku akan sebuah makna kemuliaan dan keagungan Allah yang tak
tergambarkan indahnya. Allah hidup, nyata dan megah. Keberadaan istana emas
terungkap menjadi satu. Para malaikat berputar menyanyikan madah kegembiraan
bagi Allah. Suasana damai ini ditutup dengan Doksologi, sebagai lambang
kesatuan kita dengan Tuhan. Doa ini adalah kebersamaan Allah dengan seluruh
umatnya dalam Gereja Semesta. Bisa dibayangkan ketika semua imam dalam waktu
yang hampir bersamaan mengucapkan kalimat kerinduan umatNya akan Syukur pada
Allah. Rasanya merinding setengah mati mendengarnya karena sekali lagi manusia
diingatkan. Bahwa aku, kamu dan kita ini adalah milik Tuhan. Kalau sudah begini
aku hanya terduduk melongo dan kagum.
Siapakah kita ini yang selama ini banyak melenong
dan berbusa sana sini, sementara keagunganNya akhirnya menutupi semuanya.
Seperti lagu rohani yang saya ingat syairnya menggambarkan meditasi ini “Terlalu besar, kasihMu Bapa. Pengorbanan
yang kau berikan kepadaku. Terlalu mahal darahMu Yesus, tercurah untuk menebus
hidupku” Sudahlah, akhirnya kita ini
bukan siapa siapa.
Minggu panjang ini pun akhirnya selesai, dalam tema
yang terakhir sebagai kesimpulan perjuanganku aku diajak untuk merenung tentang
Yesus dan murid-muridNya. Bagaimana dan siapakah aku ini dihadapanNya? Berjalan
dalam kesendirian selama lebih dari 20 hari menutup sebuah kesimpulan. Aku
harus berani dan memiliki cinta yang mendalam dengan Yesus. Berani untuk menyatakan tidak pada apa yang
tidak aku mau dan ya pada apa yang aku akan lakukan. Aku harus berani untuk
menyatakan bahwa aku mencintai Yesus dan ikut bersamaNya membangun sebuah
untaian kasih. Terima kasih karena Yesus mengingatkanku dan membukakan komitmen
baru padaku. Pengalaman sakit, luka, masa lalu sudah kubuka dan kututup bersama
Yesus. Setiap murid diberi kepercayaan,
termasuk aku. Maka setelah aku berjuang selama 6 tahun bersamaNya, harusnya aku
memiliki sebuah semangat yang selama ini mungkin telah padam yaitu kegembiraan
menjadi murid Yesus.
Melihat rencanaNya, selama ini aku mungkin
berambisi dan memiliki rencana hidupku sendiri yang tidak kukompromikan
denganNya. Ingatlah bahwa rencanaku bukan rencanaNya dan RencanaNya justru
adalah rencanaku. Hidup ini berkata lain. Setelah semua rencanaku berubah
total. Aku lupa bahwa Tuhanlah yang mengatur hidupku. Tapi keyakinanku Dia
masih membutuhkan aku. Maka dengan kesadaran ini semua beban, kekecewaan dan
kesedihanku juga Dia ambil. Aku saat ini merasa lepas bebas dan menikmati
setiap perutusan. Kegembiraan murid Yesus harus bertahan dan terus bersinar.
Tak lagi kupikirkan angkatanku yang jujur sangat aku sayangi (tidak pernah
membayangkan juga akan berlalu dari mereka). Kalau sudah begini melihat mereka
sepertinya baik-baik saja, apalagi tidak semuanya baik menyenangkan kok. Masih ada para penjilat dan tukang
cari aman yang berkeliaran. Ya meski masih ada beberapa sahabat yang setia dan
selalu menyapaku, ya sudahlah. The movie
must go on. Positifnya saya sudah tidak merasa kerepotan sok-sokan bertanggung jawab dan memberi
perhatian lebih lagi. Doaku selalu menyertai mereka J .
Angkatan baru, ehm...sophisticated...menarik.
Saya tahu angkatan ini memiliki kekhasan yang berbeda dengan kakaknya. Mereka
punya pendirian dan aliran yang berbeda dari sananya. Semoga saja mereka mau menerima mantan kakaknya yang
dikenal juga unik seperti mereka ini. Ada ketua tingkatnya Fr. Yayan dan sisa
sisa Israel KASnya, Fr. Joko, Fr. Hendri, Fr. Bernard, Fr. Novi, Fr. Paulus yang
ditambah Fr. Bertus dan aku sendiri. Menarik dengan komposisi yang lebih kurang
sama dengan angkatan lamaku. Semoga ada petualangan baru yang membawaku menjadi
lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar