Selasa, 15 September 2015

Akhirnya sebuah refleksi



Dalam buku panduan, aku diminta juga untuk membayangkan misi ke depan sebagai gembala iman berdasarkan Evangelii Nuntiandi. Kalau aku jadi imam mau seperti apa ya? ehm..maka berdasarkan pengalaman dan minatku selama ini, aku hanya mau menjadi imam yang baik, pendoa dan bergairah pada iman. Minatku rasanya tetap pada bidang sosial khususnya kaum difabel. Bagiku mendalami kehidupan mereka yang serba tidak adil dapat menemukan Yesus secara mendalam. Aku pun juga setuju bahwa besok aku tidak akan neka neka terhadap atasanku. Gereja adalah ibuku yang tahu segala yang baik tentangku. Aku tahu ada banyak kekecewaan disana, tapi aku juga percaya Tuhan yang pemaaf itu juga menguduskanNya. Maka menjadi diri sendiri dan tetap percaya pada Ibu Gereja adalah langkah terbaik.
                Semuanya akan berjalan jika aku memiliki harapan dan Roh Tuhan yang menyertaiku. Harapan membuatku sadar, akan ada janji yang terpenuhi besok. Harapan menyemangatiku untuk terus maju. Perjumpaanku dengan Yesus menguatkan aku karena Ia mau aku TERUS MAJU dan berjuang. Aku belum membuktikan kesungguhanku sepenuhnya. Maka biarkan Ia melihatku menjadi hambaNya. Semoga sampai akhirnya aku bisa membuktikan ini. Fighting! Kemudian di tengah kemantapanku itu, selalu saja ada godaan yang menyertaiku untuk kembali ke pekerjaan lamaku. Kehidupan lama yang mudah dan nikmat selalu menjadi pencemburu ketika aku sendirian tak berdaya seperti ini. Memang rasanya sebal setengah mati, tapi aku tetap mau hidup menderita seperti ini. Dengan menderita aku bisa melihat Dia dengan jelas dan memohon kekuatanNya untuk mewujudkan harapan janjiNya menggenapiku.
                Maka diakhir permenungan ini, sejujurnya semua ini terjawab karena satu hal. Kebesaran CintaNya lah yang menjadikan semuanya. Bukan aku dahulu yang mencintaiNya tapi Dia yang menyatakan cintaNya padaku, bahkan jauh sebelum ku menyadariNya. Permenungan ini berakhir pada sebuah kata yang menjawab kesadaran kita sebagai mahluk rohani. Kata yang sederhana tapi bermakna banyak, yaitu cinta. Cinta Ilahi yang tidak tergambarkan dan terkatakan hanya bisa dirasakan. Bersyukurlah aku karena Roh Kudus yang diutus menggantikanNya telah membantuku memahami ini.
Apa yang baik selama ini dalam diriku bukan milikku semata, tapi karena roh kudus bekerja. Cinta Ilahi mengutus Roh Kudus untuk mengajakku beristirahat selama sebulan penuh dan membimbingku. Dalam semua bahannya yang tidak kumengerti dalam logika memberikan sebuah pandangan baru akan Ia. Maka kuucapkan terima kasih kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Terima kasih akan cintaNya yang luar biasa. Kini aku bisa merasakan dan melihat keindahan dan kelebihan diriKu dalam terang Roh Kudus.
Sebuah karunia karisma Roh Cinta, Roh Kreativitas dan Roh Kepemimpinan membuktikan siapa diriku. Ditambah anugerah baru Roh Kesalehan dan Roh Kerendahan Hati membuka mataku bahwa aku, Edith yang sudah puas bermodalkan kasih dan cinta itu, belumlah cukup. Aku harus terus belajar untuk mereguk air cintaNya sebagai sumber dan berusaha untuk membagikan haus akanNya dalam terang kasihNya. Terlalu banyak kata yang ditulis yang menggambarkan betapa gembiranya hatiku. Aku pun menyadari akan banyak kesalahan dan makna yang tidak akan berarti apa-apa. Tapi bagiku inilah ungkapan hati yang bisa kubuat. Refleksi dari orang yang tidak bisa menulis, tidak pernah menulis dan belajar untuk menulis. Semoga buah-buah rohani yang kudapat ini nanti dapat segera terlaksana dan menjadi berkat di mana aku bertugas. Amin.

                                               

Giri Sonta, 9 Juli – 8 Agustus 2015
        Salam dan Cinta Yesus
                                                                              
     Fr. Edith



Untuk semua saja yang ingin menemukan cintaNya kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar