Dalam buku panduan, aku diminta juga untuk membayangkan misi ke depan
sebagai gembala iman berdasarkan Evangelii
Nuntiandi. Kalau aku jadi imam mau seperti apa ya? ehm..maka berdasarkan pengalaman dan minatku selama ini, aku hanya
mau menjadi imam yang baik, pendoa dan bergairah pada iman. Minatku rasanya
tetap pada bidang sosial khususnya kaum difabel. Bagiku mendalami kehidupan
mereka yang serba tidak adil dapat menemukan Yesus secara mendalam. Aku pun
juga setuju bahwa besok aku tidak akan neka
neka terhadap atasanku. Gereja adalah ibuku yang tahu segala yang baik
tentangku. Aku tahu ada banyak kekecewaan disana, tapi aku juga percaya Tuhan
yang pemaaf itu juga menguduskanNya. Maka menjadi diri sendiri dan tetap
percaya pada Ibu Gereja adalah langkah terbaik.
Semuanya akan
berjalan jika aku memiliki harapan dan Roh Tuhan yang menyertaiku. Harapan
membuatku sadar, akan ada janji yang terpenuhi besok. Harapan menyemangatiku
untuk terus maju. Perjumpaanku dengan Yesus menguatkan aku karena Ia mau aku
TERUS MAJU dan berjuang. Aku belum membuktikan kesungguhanku sepenuhnya. Maka
biarkan Ia melihatku menjadi hambaNya. Semoga sampai akhirnya aku bisa
membuktikan ini. Fighting! Kemudian
di tengah kemantapanku itu, selalu saja ada godaan yang menyertaiku untuk
kembali ke pekerjaan lamaku. Kehidupan lama yang mudah dan nikmat selalu
menjadi pencemburu ketika aku sendirian tak berdaya seperti ini. Memang rasanya
sebal setengah mati, tapi aku tetap mau hidup menderita seperti ini. Dengan
menderita aku bisa melihat Dia dengan jelas dan memohon kekuatanNya untuk
mewujudkan harapan janjiNya menggenapiku.
Maka diakhir
permenungan ini, sejujurnya semua ini terjawab karena satu hal. Kebesaran CintaNya
lah yang menjadikan semuanya. Bukan aku dahulu yang mencintaiNya tapi Dia yang
menyatakan cintaNya padaku, bahkan jauh sebelum ku menyadariNya. Permenungan
ini berakhir pada sebuah kata yang menjawab kesadaran kita sebagai mahluk
rohani. Kata yang sederhana tapi bermakna banyak, yaitu cinta. Cinta Ilahi yang
tidak tergambarkan dan terkatakan hanya bisa dirasakan. Bersyukurlah aku karena
Roh Kudus yang diutus menggantikanNya telah membantuku memahami ini.
Apa yang baik selama ini dalam diriku bukan milikku
semata, tapi karena roh kudus bekerja. Cinta Ilahi mengutus Roh Kudus untuk
mengajakku beristirahat selama sebulan penuh dan membimbingku. Dalam semua
bahannya yang tidak kumengerti dalam logika memberikan sebuah pandangan baru
akan Ia. Maka kuucapkan terima kasih kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Terima kasih akan cintaNya yang luar biasa. Kini aku bisa merasakan dan melihat
keindahan dan kelebihan diriKu dalam terang Roh Kudus.
Sebuah karunia karisma Roh Cinta, Roh Kreativitas
dan Roh Kepemimpinan membuktikan siapa diriku. Ditambah anugerah baru Roh Kesalehan
dan Roh Kerendahan Hati membuka mataku bahwa aku, Edith yang sudah puas
bermodalkan kasih dan cinta itu, belumlah cukup. Aku harus terus belajar untuk
mereguk air cintaNya sebagai sumber dan berusaha untuk membagikan haus akanNya
dalam terang kasihNya. Terlalu banyak kata yang ditulis yang menggambarkan
betapa gembiranya hatiku. Aku pun menyadari akan banyak kesalahan dan makna
yang tidak akan berarti apa-apa. Tapi bagiku inilah ungkapan hati yang bisa
kubuat. Refleksi dari orang yang tidak bisa menulis, tidak pernah menulis dan
belajar untuk menulis. Semoga buah-buah rohani yang kudapat ini nanti dapat
segera terlaksana dan menjadi berkat di mana aku bertugas. Amin.
Giri Sonta, 9
Juli – 8 Agustus 2015
Salam dan Cinta Yesus
Fr. Edith
Tidak ada komentar:
Posting Komentar