Ketika saya akhirnya sampai pada
sebuah keputusan untuk melanjutkan masa depan panggilan saya. Saya berpikir dan
berdoa cukup lama dalam waktu retret akhir ini. Saya bersyukur karena saya
telah diberikan kesempatan dengan kebebasan, kenyamanan serta kehangatan sebuah
keluarga memilih keputusan yang harus sungguh sungguh. Saya sendiri sejujurnya
sempat merasa ragu dan berpikir kembali atas apa yang pilih ini. Melihat
rekomendasi yang rasanya berat untuk dilewati, labelling buruk yang juga
membuat malas maju. Serta realitas kehidupan imami yang bagi saya membuat saya
terbuka. Saya sendiri merasa selama ini bisa bertahan hanya karena kecintaan,
motivasi dan keinginan untuk membalas budi padaNya. Barangkali kalau bisa
disebutkan, sudah banyak hal yang telah saya tinggalkan untukNya. Apartemen,
Mobil, Warisan, Kehidupan Lama, Harta Pribadi, Sahabat bahkan Keluarga. Maka
pertanyaan saya kemudian, apakah perjuangan saya ini sia-sia?
Kalau
Romo Handy Kristian, Pr sendiri berkata, “Tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini”.
Saya akhirnya menyetujui. 7 Tahun bukanlah waktu yang sedikit. Sudah banyak
momen bahagia, sedih, perjuangan, kegembiraan, kesuksesan dan kegagalan terjadi
dalam hidup saya. Semuanya harusnya bermuara pada satu hal yaitu perjuangan
untuk terus melanjutkan tujuan hidup saya. Siapa yang sanggup berjalan 120 km
dalam waktu 5 hari 4 malam demi sebuah ujian peregrinasi. Siapa juga yang mau
mengulang 30 km dalam waktu 24 jam. Siapa yang akhirnya mau kehilangan sahabat
dan dituduh meninggalkannya karena ia memutuskan keluar. Siapa yang mau
berkurban demi sahabatnya sampai menggantikan tugas TOPERnya demi angkatan yang
akhirnya malah ditinggal angkatan.
Semua
ini mengingatkan saya akan pengorbanan KRISTUS yang tentu lebih mulia dan luar
biasa. Siapalah saya ini? Tapi minimal saya boleh mencicipi yang namanya
bertindak mulia, tanpa pamrih dan hitung-hitungan. Saya sendiri saat ini tidak
tahu bagaimana gambaran penilaian yang diberikan kepada saya. Bagaimana
akhirnya bentuk nilai kelulusan saya ini ? karena saya sendiri hanya bisa
menjalankan tugas TOPER sesuai SOP yang diberikan, yang bisa dilihat dan
dilaksanakan. Maka dibalik sebuah luaran, setidaknya saya berhasil mendapatkan
banyak makna dan menjadi bekal bagi saya dalam berpastoral di paroki ini. Mulai
dari pembelajaran nilai ketaatan, kemurnian dan kesederhanaan. Pembinaan
kepribadian, berpastoral, komunitas, kesehatan dan intelektual juga
perlahan-lahan saya alami bersamaan dengan tugas ini.
Kembali
ke pokok retret, saya bersyukur karena tema anak panah ini menggugah saya untuk
terus melesat. Di tengah ketidakpastian yang saya alami, setidaknya saya
menjadi seorang laki-laki yang baik, yang sesuai kodrat Allah untuk melindungi
dan menolong. Saya diperbolehkan untuk merasakan kasih Allah dalam setiap hal yang
saya temui. Saya berhasil untuk tidak sekalipun menyakiti siapapun mereka yang
dipercayakan menolong saya disini. Sebagai seorang frater saya diperbolehkan
menyelamatkan kaum muda untuk kembali aktif dan cinta kepada Yesus. Saya
diijinkan menyapa mereka yang mungkin merasa tersisihkan dari Gereja. Saya juga
merasakan bagaimana kasih Allah hadir ketika berjumpa, mendoakan, menjenguk dan
meratapi kesedihan umatNya. Ini semua adalah sesuatu yang berharga dan
mengingatkan saya sebagai calon imam kelak untuk punya waktu, dekat dan ada
untuk umat. Akhir refleksi ini,
saya hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada Seminari dan Paroki sebagai
wakilNya yang akan memutuskan hidup panggilan saya kelak. Saya sudah berusaha
dan menyediakan diri saya sepenuhNya yang tentu mungkin jauh dari harapan dan
keidealan penilaian. Tapi inilah saya yang setia dan siap dibentuk sampai
kapanpun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar