Senin, 01 April 2019

Berani Memilih sebagai Tanggung Jawab Umat Kristiani !


Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Pada tahun 2019 ini, kita sebagai rakyat Indonesia akan bersama-sama melalui masa yang penting dalam perkembangan konstelasi politik dan bernegara. Kita akan berpartisipasi dalam Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan Anggota Legislatif baik DPR, DPRD I maupun DPRD II. Peristiwa ini bagi kita semua adalah wujud kewajiban kita bersama sebagai warga negara yang baik. Bagaimanapun kita juga berhak untuk menyuarakan pilihan kita yang sesuai dengan hati nurani untuk memilih calon pemimpin dan para wakil rakyat yang akan berkoordinasi bersama membangun negara ini 5 tahun ke depan.

Maka kita sebagai bagian dari Gereja, diajak bersama-sama untuk melihat politik sebagai sesuatu yang pada hakekatnya adalah baik dan mutlak diperlukan bagi manusia. Politik idealnya berpijak pada kemanusiaan untuk kebaikan umum (bonum commune). Dalam politik seharusnya ada nilai-nilai kemanusiaan yang universal seperti kebebasan, kebenaran, keadilan, kerukunan, kedamaian, dan pelbagai unsur hak asasi manusia lainnya yang harus tetap diakui, dihormati dan diwujudkan. Untuk itulah maka ada rupa-rupa ajaran, peraturan, undang-undang dan hukum yang dibuat untuk dipatuhi dan menjadi pegangan. Maka menghadapi kenyataan politik yang tidak sesuai dengan hakekatnya sekarang ini, Gereja Katolik mengajak semua pihak untuk kembali kepada visi dan misi politik yang sebenarnya. Memang hakikatnya Gereja Katolik selalu berdiri netral di dunia politik. Namun, jika keadaan politik kini telah bergeser, Gereja Katolik memiliki pandangan serta kebijakannya sendiri demi menegakkan nilai kemanusiaan, iman, serta kenegaraan sebagai bagian dari NKRI.

Sebagai murid-murid Yesus, kita diharapkan dapat berpikir jernih dan cerdas dalam memilih, karena bagi Gereja, kita semua adalah “garam dan terang dunia” (matius 5:13-16). Dalam Kitab Hukum Kanonik Kanon 225 pasal 2 dikatakan : “Mereka, setiap orang menurut kedudukan masing-masing juga terikat kewajiban khusus untuk meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat injili, dan dengan demikian khususnya dalam menangani masalah-masalah itu dan dalam memenuhi tugas-tugas keduniaan memberi kesaksian tentang Kristus.” . Selanjutnya dalam kanon 227 dikatakan : “Kaum beriman kristiani awam mempunyai hak agar dalam perkara-perkara masyarakat dunia diakui kebebasannya, sama seperti yang merupakan hak semua warga masyarakat; tetapi dalam menggunakan kebebasan itu hendaknya mereka mengusahakan agar kegiatan-kegiatan mereka diresapi semangat injili, dan hendaknya mereka mengindahkan ajaran yang dikemukakan Magisterium Gereja; tetapi hendaknya mereka berhati-hati jangan sampai dalam soal-soal yang masih terbuka mengajukan pendapat sendiri sebagai ajaran Gereja.”. Maka dalam konteks ini semua anggota Gereja Katolik baik kaum klerus, biarawan-biarawati dan kaum awam diajak memainkan peranannya sesuai hak dan kewajibannya sebagai warga negara juga serentak sebagai warga Gereja. Kaum klerus serta biarawan dan biarawati berperan secara formatif dan tak langsung, sebagai pembina, pengawal dan pengontrol, sedangkan kaum awam berperan secara praktis dan langsung, sebagai politisi, pemimpin eksekutif dan birokrat. Dengan demikian menjadi jelas posisi dan peran  kehadiran Gereja adalah untuk membela kepentingan masyarakat dan negara.

Dengan demikian kita semua disadarkan untuk sungguh dapat berperan aktif di masyarakat  sesuai dengan tanggung jawab, situasi dan kemampuan serta sesuai aturan yang berlaku di lingkungan kita masing-masing. Bagaimanapun kita harus bisa peka dalam melihat apa sungguh yang terjadi di lingkungan kita masing-masing dan bagaimana kita bisa bijak menanggapinya sebagai seorang Kristiani yang baik.

Marilah kita mohon kepada Roh Kudus dan berdoa, khususnya di dalam masa Prapaskah ini dan dalam terang Sinode Keuskupan kita yang kedua, semoga kita semua dilindungi dan tetap tidak takut untuk memegang teguh prinsip kebenaran dalam berperan aktif  di pemilihan umum kali ini untuk benar-benar bijaksana dan tanpa perasaan bersalah memilih pemimpin dan wakil negara yang menurut kita adil, penuh kasih, setia serta solider pada kepentingan rakyat dan negara yang seturut rahmat Allah Bapa, Tuhan kita Yesus Kristus dan Roh Kudus. Amin.

Rabu, 29 Agustus 2018

The Hereditary

Sekarang ini lagi seru-serunya ya film horor diputar di bioskop-bioskop lokal. Sejak "Pengabdi Setan" booming banget dengan adegan menyeramkannya, film lokal sudah mulai pintar memanjakan kualitas para penikmat film  yang notabene sudah akut teracuni film horseks yang dulu 3-5 tahun lalu mewabah. Bicara soal film horor, omomg-omong ini ada film yang buat aku bagus banget untuk dikatakan sebagai film horor. Film horor generasi baru yang buat saya sangat unik, pintar dan memancing keingintahuan serta daya pikir penikmatnya. Film yang masuk kualifikasi oscar ini disebut-sebut para kritikus tidak menawarkan jump scare murahan tetapi daya seram yang apik serta elegan. Meskipun tetap ada darah, pembunuhannya, kesurupan, adegan mistik dll. Buat saya seh cukup nyaman dan penasaran atas komentar orang lain tentang film ini yang sulit dimengerti.
Pengalaman melihat dan merasakan pertama kali agak membosankan, ada banyak dugaan dan mungkin generalisasi kira-kira ceritanya begitu. Tapi ternyata dugaan saya salah. Film ini mau menggambarkan sisi lain kehidupan sebuah sekte yang tidak diikuti dengan baiknya relasi keluarga. Saya juga berpikir, ada banyak makna yang sebenarnya bisa dinikmati kalau saja saya tidak membayangkan adegan kepala yang hancur, atau putus. Good job untuk debut pak sutradara yang cerdas dan luar biasa!

Senin, 27 Agustus 2018

Ulasan Buku : "One plus One Equals Three" by David Trott

Buku yang keren banget guys, selain isinya ringkes juga banyak hal yang termuat dalam setiap pengalaman yang dibagikan. Saya sendiri happy banget membacanya, rasanya ketika membaca buku ini seperti masuk dalam semua kesaksian David Trott sebagai motivastor sukses di Amerika Serikat. Dia banyak menceritakan pengalamannya utuk memulai kehidupan dimulai dari 0 hingga sekarang ini. Buku ini bagi saya mengajarkan "creative thinking" untuk berpikir out of the box, apalagi setiap kali menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan. Buku yang berisi 223 halaman ini terdiri dari 9 Chapter dan tertulis dalam grammar yang ringan dan bernuansa casualrasanya seperti mendengar teman yang bercerita hehe. Hal yang paling penting adalah buku ini mengajarkan bahwa selain logika berpikir, hidup itu juga membutuhkan keyakinan, iman, harapan dan seni. 1 + 1 = 3 menyajikan suatu kenyataan bahwa akan selalu ada kemungkinan lain dalam hidup yang perlu kita lihat dalam setiap sisi kehidupan.

Minggu, 26 Agustus 2018

Happy Death Day! on Faith!

Judul dalam blog kali ini adalah judul sebuah film yang notabene lagi suka banget buat dibahas. Sebuah teori waktu yang dibuat oleh Tuhan untuk diberikan kepada manusia, untuk menyadari bahwa hidup cuma sekali, jadi syukurilah, nikmatilah, banyaklah berbuat baik kepada orang lain. Bisa dibilang seperti Mulutmu, harimaumu, Apa yang kamu tanam itulah yang akan kamu tuai!. 
Kebetulan film ini juga bicara soal bagaimana kamu bisa bertanggungjawab pada perbuatanmu sekarang ini, bagaimana kamu bisa hidup dalam iman yang kamu percaya, untuk banyak berbuat kasih.
Sama halnya dalam Injil misa hari minggu ini, bagaimana iman para murid diuji dan dipertajam oleh kata-kata Yesus yang katanya dirasa sangat keras. Bagi saya kayaknya seh gak juga, tergantung dari mana kamu melihatnya. Dugaan saya, karena para murid itu kurang cerdas, jadinya mereka tidak bisa berbuat banyak dan memahami apa yang dikatakan oleh Yesus, dengan kata lain seh gak nyambung.
Nah ini menjadi perhatian kita semua untuk memahami apa makna dan arti iman yang sebenarnya. Apakah pemahaman iman dalam diri kita selama ini juga demikian? Apakah iman disadari sebagai kewajiban atau sebenarnya seperti dalam film "Happy Death Day". Jangan-jangan selama ini kita sedang mencari, lalu nyasar dan gak nyambung? Kadang sesuatu yang terlihat sederhana tidak mudah juga menemukannya. 
Bagi saya langkah terbaik supaya tidak seperti film tersebut adalah menelusuri dengan baik dan menemukan satu persatu arah hidup kita dan belajar menghargai setiap proses hidup yang berjalan. Dengan demikian kita akan dengan mudah menemukan, iman akan menyelamatkanmu!

Jumat, 10 Agustus 2018

HUzZaAH!

Akhirnya saya memasuki rumah baru resmi mulai dari tanggal 31 July lalu. Ada berbagai perasaan yang sejujurnya  bercampur aduk sekaligus degdegan ketika pertama kali kembali masuk dalam suasana yang lama sudah dikenal. Memang, komunitas ini seharusnya adalah komunitas  yang sudah saya pilih dan tempati. Rumah yang pertama kali diinjak yang sebenarnya sudah menanti sejak lama. Tapi akhirnya menjadi pilihan kedua karena saya sudah terlanjur berjanji untuk menjaga tanggung jawab karena KAS sudah menerimaku lebih dahulu.
Ah tapi semuanya kan sudah ada yang mengatur. Rasanya mengingat kembali perjuangan masa lalu, juga membutuhkan waktu lama untuk bergembira menerimanya. Kepergianku dari Semarang sebenarnya menimbulkan luka bukan hanya karena kehilangan panggilan, tetapi meninggalkan sahabat, komunitas dan suasana yang sudah kubangun sejak lama. Suasana dimana aku menjadi bagian dari Gereja, mencintai Gereja dan membangun Gereja. Tapi ini semua adalah pengalaman yang berharga, membangun dan semakin membuatku kuat. Setelah 7 tahun menetap di KAS, saya harus memilih untuk pindah kembali ke Keuskupan Bogor.
Kini 2 tahun berselang saya sangat bahagia, karena boleh kembali dipercaya menjalani kehidupan suci yang saya telah pilih untuk mengabdi seumur hidup. Suci bukan berarti 100% kudus, karena saya adalah bagian dari manusia yang berdosa. Suci berarti saya diajar untuk berusaha terus memperbaiki diri, menyegarkan diri dan berusaha untuk menjadi lebih baik.
Perjalanan panggilan akan saya mulai lagi di tahun ini. Setelah mendapat kesempatan belajar ilmu dan bekerja sebagai seorang psikolog di sekolah yang luar biasa. Sepertinya sudah waktunya saya belajar semakin mencintai Tuhan di tempat baru ini. Mungkin banyak orang akan geleng-geleng melihat perjalanan panggilan saya, tapi saya yakin karena saya luar biasa maka hidup ini harus ekstraordinary. Panggilan itu personal dan membahagiakan.

Rabu, 07 Maret 2018

As Many as Seven Times? (Matthew 18:21)

The truth about forgiving always repeated offenses goes against our nature. Just look at Jesus' parable of unmerciful servant. He had just been forgiven a debt he could never repay, and even in the afterglow of such generosity. he couldn't find it in himself to forgive a fellow servant a mere pittance.
The truth is, mercy doesnt come naturally us, we have to work at it. Just as a small child has to be encouraged over and over again to turn off the light when he leaves a room, we have to keep trying again and again untuk forgiveness becomes a habit. We know Jesus has given us this commandment and we even know why we should do it. But that doesnt make it any easier. All we can do is practice. But here's the good news: practicing mercy will break us- in a good way!

Voila, keep mercy for all, the benefit will come to us

Kamis, 06 April 2017

Aku ini Hamba Tuhan terjadilah Padaku menurut PerkataanMu!

Masih ingatkah kalian kalau setiap harinya di jam 12 dan 18 kita terbiasa untuk selalu mendoakan "Angelus". Pada awalnya pasti kita merasa bosan. Mendengar bunyi rumusannya yang panjang dengan kata-kata yang baku, diusia kita dulu sudah bisa dipastikan, kita tidak dapat memahami maknanya. Namun seiring dengan waktu dan umur kita yang bertambah kemudian, saya bisa memahami perlahan makna doa yang ternyata memiliki makna yang sangat mendalam. Doa ini mengajak kita untuk berpasrah. Ada pengakuan dari diri kita sebagai manusia untuk mengimani Yesus. Kalimat di dalam doa ini adalah bukti konkret komitmen kita untuk selalu terbuka akan jalan yang diminta olehNya. 
Di dalam doa ini diungkapkan bahwa Maria adalah sosok manusia yang memiliki iman luar biasa. Maria dapat dijadikan contoh untuk kita manusia. Manusia yang sangat terbatas dengan segala kekurangannya. Memang secara jelas dan nyata yang membedakan Maria dengan pribadi lainnya adalah karena ia mau dan rela mengorbankan dirinya untuk kepentingan yang lebih besar lagi. Memang untuk mendalami secara jelas dan teologis minimal kita perlu setengah tahun untuk menyimak dan mendalaminya di bangku kuliah Mariologi secara seksama. Tapi blog ini sebenarnya tidak dibuat untuk membahas hal yang mendalam. Di sini kita hanya mau berbagi secara aplikatif apa yang dapat kita tangkap dalam memahami angelus sebagai bagian dari hidup dan memaknainya tanpa berlebihan dan nyata.
Doa angelus menurut saya adalah doa yang sangat kontemplatif. Doa ini mengajak kita untuk selalu ingat akan tujuan hidup kita sebagai sarana Allah. Kita tidak hidup sendiri, meskipun faktanya kita hidup diatas kaki kita. Kita tidak bisa merencanakan hidup tanpa bantuan dari Tuhan. Pengakuan atas ketidakberdayaan diri kita akan mengajak kita untuk selalu rendah hati. Kita akan ditantang untuk tetap mensyukuri semua rahmat yang diberikan untuk kita, apapun keadaannya.
Maria diberi kabar oleh malaikat Tuhan, bahwa ia mengandung dari Roh Kudus.
Dialog pertama dari doa angelus ini adalah rangkuman dari kisah pemberitahuan malaikat Tuhan kepada Maria untuk mengandung Yesus (Lukas 1:26-35). Pemberitahuan ini tentulah bukan kerinduan Maria yang belum bersuami, tetapi suatu inisiatif Allah yang sangat mengherankan. Nilai kontemplasi dialog tersebut adalah berani berharap, walau berada dalam situasi dan kondisi serba sulit yang tidak diinginkan dan tidak bisa dipahami. Berharap pada besarnya campur tangan Allah yang menyelamatkan  setiap orang percaya kepada rencanaNya yang tak terduga. Dalam doa Angelus, kita diajak "memandang" Allah dalam keutamaan pengharapan.
Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu.
Bagi Maria, pemberitahuan malaikat Tuhan justru menjadi kabar yang mengejutkan, menakutkan dan membingungkan. Namun jawaban akhir Maria justru mengejutkan. Didalam perasaan yang tidak karuan, Maria malah memberikan menunjukkan kepasrahan. Jawaban ini akan membuat Maria bertahan bahkan sampai sepanjang hidupnya. Di saat-saat sedih kehilangan putranya, disaat-saat kritis ia akan terus menyerahkan dirinya sebagai bentuk penyerahan sepanjang hidupnya. Nilai kontemplasi dalam dialog tersebut adalah kerelaan untuk menyerahkan kehendak, yang biasa disebut iman. Bukankah Yesus sendiri dalam doa Bapa Kami mengajarkan, "Jadilah kehendakMu?". Totalitas penyerahan kehendak merupakan sikap iman yang tinggi, seperti Kristus yang makananNya melakukan kehendak Bapak. Bagian ini kita diajak memandang Allah dalam iman.
Sabda sudah menjadi daging, dan tinggal di antara kita.
Dalam Injil Yohanes ditekankan bahwa Yesus adalah sabda Allah yang menjadi manusia seutuhnya. Ia memilih mengambil kodrat yang lemah ini supaya bisa lebih dekat dengan kita. Ia juga bisa merasakan penderitaan kita secara penuh. Ia sungguh memahami kita. Allah memilih untuk merendahkan dirinya untuk mengasihi manusia, betapa pun gelap dan rapuhnya kehidupan manusia. Allah hadir dan menyongsong manusia untuk diselamatkan , dengan kasihNya yang tak terhingga. Juga, jika kasih itu menuntut pengurbanan nyawa (Yoh 15:13). Allah mengundang kita untuk tinggal di dalam kasihNya itu (Yoh 15:9). 
Kontemplasi adalah keterbukaan total bagi Allah, yang adalah segala-galanya bagi semua (1 Kor 15:28). Nilai kontemplasi dalam dialog tersebut adalah kerelaan untuk menjadi 'wadah" dan "sarana" Allah untuk menjadi saluran kasihNya yang tak terbatas. Rela menjadi pribadi yang dikuasai oleh kasih, juga ketika kasih mendorong kita untuk memberikan kurban. Doa Angelus mengajak kita untuk memberikan kurban. Doa Angelus mengajak kita untuk memandang Allah dalam kasih.
Para sahabat Yesus, kita semua bisa menemukan nilai harapan, iman dan kasih dalam Doa Angelus. Itulah jalan kontemplasi yang ditempuh Maria. Dalam situasi dan kondisinya yang sulit sekalipun, Maria tetap berusaha untuk menemukan wajah Allah dan memandang rencana Allah yang tak mudah dipahaminya. Ternyata, rencana Allah itu mengubah hidup Maria. Semoga bersama Maria, kita bisa "memandang" Allah dalam harapan, iman dan kasih. Gereja menyebut ketiga hal tersebut sebagai keutamaan teologal, yaitu keutamaan yang langsung diarahkan kepada Allah dan menjadi jalan utama menuju Dia, sang segala.